Kepada Bintang yang Terlambat Jatuh
Semasa kecil aku sering mendengar bahwa bintang di langit itu
ribuan jumlahnya. Aku lebih senang menanggapinya dengan membentuk lingkaran
kecil dari bibirku, kemudian diikuti suara oooo yang tak pendek juga tak
terlalu panjang.
Beranjak ke bangku sekolah, sedikit demi sedikit aku mulai
mengenal nama bintang-bintang itu, yang ku ingat sampai hari ini, yang terbesar
bernama matahari. Lingkaran kecil dari bibirku kemudian diikuti suara oooo yang
tak pendek juga tak terlalu panjang, terdengar lagi.
Usiaku bertambah, aku bertumbuh.
Menjadi gadis remaja menuju dewasa yang mulai senang makan-makanan
yang kurang bergizi, menonton tayangan televisi yang tidak bermutu. Untuk ke
sekian kalinya aku kembali mendengar cerita tentang bintang-bintang itu. Namun
kali ini sang bintang tampil dengan dirinya yang lain, bahkan dengan makna yang banyak sekali, hampir memenuhi halaman Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI).
Bintang mempunyai banyak arti. Beberapa di antaranya yakni
diartikan dengan makna sebenarnya, benda langit. Selanjutnya, bintang diartikan
sebagai orang yang kerap muncul di televisi memainkan drama di panggung layar
kaca yang kemudian disebut aktor atau aktris. Makna ketiga, dimaknakan
sebagai hal yang dikaitkan dengan bulan kelahiran, selanjutnya disebut zodiak,
dan aku tertarik.
Berdasarkan klasifikasinya, aku sendiri masuk ke dalam zodiak
Scorpio. Sedikit bangga dengan direkrutnya aku ke dalam bagian zodiak ini.
Pasalnya, perempuan yang memiliki zodiak scorpio dianggap memiliki kepribadian
yang tak biasa, mandiri, dewasa, bijaksana, penyayang, berpikiran positif, dan
beberapa kepribadian menyenangkan lainnya.
Kukira semua itu berlebihan, tapi setidaknya dengan begitu aku
bisa tumbuh menjadi seorang gadis yang percaya diri dengan banyak kelebihan
tersebut. Tak berhenti sampai di situ, zodiak berhasil menarikku untuk membaca
ramalan-ramalannya. Tiga hal yang paling populer adalah soal Kesehatan,
Keuangan, dan Asmara. Bab terakhir kerap membuatku iseng membuka laman ramalan
bintang di saat tak ada kerjaan, yang selanjutnya diikuti penutupan laman
browser disertai kalimat istighfar, Astaghfirullahaladzim..
Kira-kira itu makna-makna bintang yang semakin meluas seiiring
berjalannya waktu, bertumbuhnya usiaku. Tak berhenti pada sejumlah makna yang
sudah kusebutkan tadi, namun berlanjut pada filosofi dan mitos yang entah
berasal dari negara mana saja di penjuru bumi. Aku tak pernah bosan, masih ku
ikuti cerita tentang bintang itu yang kadang juga datang sendiri padaku.
Suatu hari, sampai lah padaku sebuah mitos yang cukup menggelikan.
Konon, ketika kita tak sengaja melihat bintang jatuh di langit yang
bersih, ada instruksi yang entah dari siapa (coba cari di google) kita harus
segera mengucap permohonan, mengucap permintaan. Mitosnya, permohonan itu akan
dikabulkan. Mitos ini diperkuat dengan salah satu film jaman dulu yang pernah
ku saksikan berjudul Zathura.
Dalam salah satu scene, diperlihatkan salah satu pemainnya, yakni
anak kecil bernama Danny tengah melihat bintang jatuh segera mengucap
permohonan. Ajaibnya, permohonan tersebut dalam sekejab terkabul. Kala itu, aku
semakin yakin pada bintang yang jatuh memiliki kekuatan super untuk
mengabulkan permohonan.
Keyakinan itu semakin tumbuh, hingga aku beranjak dewasa. Usiaku
tiba di angka 18 tahun. Ku sebut menjadi masa keemasan dalam hidupku. Aku
memiliki banyak teman yang baik, tak sekedar bertitle baik, namun juga bisa
membawaku ke arah yang lebih baik. Ku rasakan setiap langkahku bersama mereka
adalah lurus, dan tak pernah ku sangkal sampai hari ini. Uang jajanku cukup,
prestasi di sekolah sangat biasa tapi aku bahagia, Keluargaku juga. Bapak dan
Ibuku sehat walafiat, kuharap mereka bahagia lahir batin karena kurasa memang
begitu. Saat itu, aku bahkan dikaruniai seorang keponakan yang sangat lucu. Aku
menjalani Ujian Nasional dengan tanpa beban, aku lulus sebagai siswa SMA dan
berhasil masuk ke Perguran Tinggi Swasta pilihanku.
Ya, ku rasa itu adalah sebuah pencapaian yang menyenangkan.
Ketimbang masuk ke PTS bukan pilihanku. Baiklah, kau pasti bertanya untuk PTN
Pilihanku. Ah ku rasa aku malas membahasnya, setidaknya saat ini, mungkin lain
kali. Oh iya, ku pastikan saat itu aku benar-benar tidak membutuhkan keajaiban
dari bintang jatuh.
Memasuki dunia kuliah yang kukira bakal menyenangkan ternyata
benar-benar menyenangkan. Aku mulai merasakannya ketika aku mendapatkan apa
yang menjadi targetku tercapai. Keluarga yang semakin mendukung dalam kuliah,
ibadah, berkarir. Kelompok Bermain bernama Anamorpic (akan ku
ceritakan kepadamu di lain waktu) yang harmonis, Indeks Prestasi Kumulatif
yang dipuji, hingga pekerjaan sebagai seorang jurnalis di sebuah
perusahaan media cetak ternama di Jogja bisa ku peluk.
Aku tak pernah memiliki keinginan-keinginan lain yang benar-benar
membuatku ingin.Bagiku, semua yang aku miliki adalah bintang jatuh yang khusus
diciptakan Tuhan untuk kumiliki dalam hidup.
Namun, kupikir masih ada bintang yang belum dijatuhkan Tuhan dari
atas sana. Entah aku menyebutnya apa. Aku pernah menganggap beberapa hal yang
ku kira bintang, ternyata bukan. Belakangan ku ketahui beberapa hal
tersebut hanya kepingan asteroid yang pecah kemudian terlempar
ke planet sebelah. Aku ingin menunggui bintang yang jatuh. Aku ingin tahu,
keajaiban macam apa yang ia punya. Tapi malam seolah selalu terburu-buru menjelma
menjadi pagi. Bintang itu belum datang.
Jogja, 23 Februari 2018
17.10 WIB
Jogja, 23 Februari 2018
17.10 WIB
Komentar
Posting Komentar